Kurang lebih dua
minggu yang lalu saya baru lepas dari pelukan ibu kota, JAKARTA itulah sebuah
kata yang akan menjadi bidadari bagi mereka yang cerdik dan cekatan tapi akan
menjadi monster bagi mereka yang lamban dan polos. Sebenarnya ini bukan yang
pertama kali menginjakkan kaki di jakarta tapi mungkin kali ini yang paling
banyak hikmah dan pelajaran. Sebelumnya, Kami berlima kejakarta dalam rangka
project engineering dari perusahaan.
Jam 13.20 WIB
Batavia air jurusan kupang-jakarta take off dibandara soekarno hatta. Pramugari
mempersilahkan untuk keluar lewat pintu depan atau belakang, kuambil tasku lalu
aku memilih untuk keluar lewat pintu belakang, “ Terima Kasih “, kata pramugari
yang ada di dekat pintu keluar, sekilas aku melihat perempuan berseragam
orange-hitam yang begitu tampak ramah itu. “ Coba seragam pramugarinya pakai
jilbab ya, “ bisikku dalam hati pasti lebih kelihatan cantik, anggun dan
pastinya tetap elegan hehe. Setelah mengambil barang dari bagasi kamipun keluar
dari terminal kedatangan dan langsung disambut pak Saldy, sopir yang bertugas untuk
mengantar kami sampai kepenginapan. Kijang Innova berwarna putih meluncur dari
soekarno hatta menuju cilandak Jak-Sel. Aku duduk ditengah dan dibagian kiri
mobil, sesampainya mau masuk jakarta barat dari kejauhan aku melihat perumahan
kumuh berjejer dipinggiran kali yang begitu banyak sampah , tapi disampingnya
ada pagar pembatas yang begitu tinggi yang mengitari perumahan mewah.
Sungguh ironis ...Kesenjangan sosial begitu
tampak didepan mata tapi tidak ada yang berani berbuat. Ini menandakan kaum
borjuis tidak mau sedikitpun bersosialisasi dengan mereka yang ada dipinggiran
kali apalagi bergaul. Pemerintahpun seolah menutup mata dan telinga bahkan hati
mungkin, akan masalah seperti ini. Tapi dengar2 sekarang jakarta dipimpin oleh
orang baru, semoga saja ia membawa perubahan yang lebih baik kedepannya.
Amiin...
Setelah hampir
satu minggu berkutat dengan project automation yang melelahkan, tepat malam
jum’at besoknya idul adha. Allahu akbar Allahu akbar Allahu akbar la ilaha
illa-Llah Wa-Llahu akbar Allahu akbar Wa li-Llahi l-hamd. Suara gema takbir
begitu membahana dilangit jakarta mesjid dari lokasi satu sampai kelokasi
lainya hampir semua menggemakan takbir. Suara gema takbir itu menghentakkan
jantungku, aliran darah terasa terhenti, hati begitu berdebar-debar. Tulang-tulang
rusuk yang ada ini seakan ingin menerjang kulit dan nadiku, ingin merobek apa
yang ada di ragaku meronta dan menyembul keluar terbebas dari daging-daging
yang menghimpit kegelapan. Aku terduduk lesu, pandanganku kosong, hanya
penyesalan yang ada dipikiran dan hatiku pada waktu itu. Ya Allah jika bukan karena suara takbir itu
mungkin aku tidak akan ingat akan hari raya mu ini... Seberapa banyak dosa yang
telah kau perbuat ?
Seberapa
nikmatkah dunia hingga membuatmu terlena ? atau
seberapa
sibukkah dunia ini sehingga membuatmu lupa padaNYA ?
Jiwa ini
tertunduk dan bersimpuh memohon ampun dari yang Maha Pengampun atas segala
dosa-dosa yang mencemari raga ini. Ya ALLAH ampunilah dosa hamba mu ini. Kemudian
cepat-cepat kubersihkan buliran-buliran bening dimataku. Kuambil wudhu lalu
sholat isya. Sudah lama sekali aku tidak merasakan kekhusukan & kedamaian
sholat seperti malam itu.
Robbana dzolamna
anfusana fain lam taghfirlana wa tar-hamna lanakuunanna minal khoosiriin, ya
Allah kami telah menganiaya diri kami sendiri, sungguh jika Engkau tiada
mengampuni kami, tiada mengasihani kami, maka kami benar-benar akan menjadi
bagian orang-orang yang sungguh merugi.
Itulah doa yang
selalu aku ulang-ulangi hingga hati ini merasa damai...
Jam hampir
menunjukkan pukul 24:00 WIB akhirnya saya bersama temanku memutuskan mencari
makanan diluar untuk mengisi perut yang kosong. Setelah jalan beberapa ratus
meter akhirnya kami menemukan tempat jual roti bakar, tapi kali ini beda dari
yang lainnya tempat jual roti bakar ini begitu ramai dan sesak oleh pengunjung,
semua bangkunya penuh. Ada pemandangan yang kontradiktif disana dua anak kecil
mengamen di sekumpulan orang-orang yang kelihatannya kalangan menengah ke
atas...
“Anak sekecil
itu berkelahi dengan waktu
Demi satu impian
yang kerap ganggu tidurmu...”
(Pengamen cilik
itu menyanyikan lagu dari iwan fals dengan sangat menghayati, seolah-olah itu
benar-benar menggambarkan nasib dirinya).
Tempat itu di
isi berbagai macam kalangan, ada sekumpulan anak-anak muda yang berpenampilan
anak band zaman sekarang, ada juga pasangan lagi memadu kasih duduk
berhadap-hadapan, sampai ada juga sekumpulan ibu-ibu yang umurnya sudah paroh baya
tapi penampilan mereka layakya ABG labil, memakai rok mini, baju serba ketat,
tangan dan leher penuh dengan aksesoris mahal, yang itu menurut mereka gaul dan
glamor, mungkin sebagian orang mengenal mereka dengan sebutan kaum sosialita.
Bungkus rokok dan botol bir memenuhi meja saji mereka.
“Anak-anak
mereka dirumah gimana ya mer” ? tutur temanku
“Mereka ngapain
malam-malam masih nongkrong nggak jelas gini, apa nggak dimarah suaminya ? “
tuturnya lagi
“Mencari
ketenangan kali mas, “ jawabku
“Mencari ketenangan
kok gitu “ ujar temanku dengan nada setengah kesal dan berlogat jawa
Setelah roti
rampung dibungkus kamipun kembali ke hotel, ditengah perjalanan sampai kehotel
pikiranku masih dipenuhi tanda tanya apa tujuan dari ibu-ibu paroh baya tadi
memilih hidup seperti itu?
Tepat pukul jam
3 malam kamipun meluncur kekota bandung dengan rencana sholat ied didepan
gedung sate. Dengan bermodalkan google map dan GPS akhirnya kami sampai tepat
waktu.
Khotibpun
mengingatkan kembali kita agar mencontoh kesabaran nabi Ibrahim dan ketaatan
nabi sulaiman dalam menghadapi ujian hidup. Gimana tidak ?, nabi ibrahim diuji
kesabarannya dimulai dari penantian yang lama untuk menunggu kelahiran seorang
anak, tapi setelah dianugerahi anak, ibrahim di uji oleh ALLAH untuk mengasingkan
siti hajar serta ismail yang masih bayi di bukit Shafa yang panas, gersang nan
tandus. Tapi tidak sampai hanya disitu setelah ismail beranjak remaja Allah
kemudian memerintahkan nabi ibrahim untuk menyembelih anak yang begitu
disayangnya itu.
Luar biasa semua
perintah tersebut dijalankan oleh nabi Ibrahim, nabi Sulaiman dan Siti Hajar
degan penuh kesabaran dan ketaatan hingga akhirnya kita merasakan hikmah dari
berkurban pada hari raya idul adha. Mudah-mudahan kita dapat meneladani
kesabaran, ketaatan serta pengorbanan di jalan kebaikan yang telah dicontohkan
oleh Nabi Ibrahim As. dan keluarganya
Ingatlah kesenangan
dunia itu adalah kesenangan yang menipu, karena akan sirna bahkan berubah
menjadi malapetaka, jika mengolahnya dengan cara yang salah.
“Hanya
mendekatkan diri kepadaNYA lah kita dapat merasakan ketenangan dan kedamaian
hidup”
Terima kasih
salam santun dari penulis
By Meri Wardana